SEJARAH SINGKAT CIREBON



Daftar Penguasa Di Kesultanan Cirebon Sebelum Terpecah Menjadi Dua Kesultanan Kasepuhan & Kanoman 1479-1678.

Kesultanan Cirebon didirikan oleh Pangeran Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunungjati) pada tahun 1479. Sebelum tahun ini, pemerintahan Cirebon berkedudukan sebagai Manggala atau Keadipatian dibawah kerajaan Sunda Galuh yang dipimpin oleh Cakrabuana.

Dari tahun 1479 sampai dengan 1678 masehi Cirebon dipimpin oleh 3 Sultan, 4 pangeran dan 1 Pejabat pengganti Sultan, adapun daftar perinciannya adalah sebagai berikut:

1479-1495 Kesultanan Cirebon diperintah oleh Syarif Hidayatullah beliau merupakan Sultan I Cirebon (Penguasa ke II Cirebon setelah P. Cakrabuana). Pada masa ini juga Pajajaran ditaklukan dan kemudian wilayahnya dibagi kedalam 4 bagian yaitu (1) Pajajaran Barat (2) Pajajaran Tengah (3) Pajajaran Timur, dan (4) Jaya Karta.

1495-1555 Kesultanan Cirebon diperintah oleh Pangeran Pasarean, namun beliau wafat sebelum dinobatkan, kemudian berlanjut diperintah oleh pangeran Dipati Anom Carbon 1 (Pangeran Sedang Kemuning). Beliau kemudiannya wafat sebelum dinobatkan menjadi Sultan. Beliau wafat di Demak. Kedudukan kepala Pemerintahan pada masa kekosongan kepala pemerintahan ini diwakilkan kepada pejabat pengganti Sultan yang dijabat oleh Fatahillah.

1552-1568 Kesultanan Cirebon tanpa Sultan, negara diambil alih oleh pejabat pengganti Sultan, mengingat pewaris tahta dalam masa kekosongan ini wafat sebelum dinobatkan sementara pewaris tahta lain masih kanak-kanak.

1568-1649 Kesultanan Cirebon diperintah oleh Sultan Ke II yang bergelar Panembahan Ratu (Pangeran Agung) beliau merupakan anak dari Pangeran Sedang Kemuning (Dipati Anom Carbon 1), yang dijadikan permaisuri beliau adalah anak Raja Pajang I (Jaka Tingkir) bernama Ratu Gelampok. Beliau merupakan Sultan ke II Kesultanan Cirebon.

1649 Kesultanan Cirebon diperintah oleh Pangeran Sedang Gayam (Pangeran Dipati Anom Carbon II) akan tetapi beliau wafat sebelum dinobatkan.

1649-1662 Cirebon diperintah oleh Sultan Ke III yaitu Panembahan Girilaya (Pangeran Putera) beliau merupakan anak Pangeran Dipati Sedang Gayam. Beliau wafat di Mataram sebagai tahanan Politik mertuanya sendiri atas hasutan Kompeni Belanda. Dimakamkan di Giri Malaya/ Girilaya di Imogiri Yogyakarta.

1662-1678. Kesultanan Cirebon tanpa Sultan selama 16 tahun. Pada masa ini Cirebon dalam kendali tarik ulur Mataram dan Banten. Dan tepat pada 1678 Kesultanan Cirebon terpecah menjadi 2 Kerajaan yaitu Kasepuhan dan Kanoman.

Yang menjadi Raja di Kesultanan Kasepuhan dan Kesultanan Kanoman merupakan kakak beradik, sebab itulah kerajaan baru tersebut disebut Kasepuhan (sepuh/Tua) dan Kanoman (nom/muda).


PEMBERONTAKAN ADIPATI KUNINGAN


Sebagai murid sekaligus anak angkat dari Sunan Gunungjati Arya Kuningan tentu mewarisi ilmu-ilmu dari Sunan Gunungjati, baik ilmu pemerintahan, agama, kedigjayaan dan lain sebagainya. Dalam beberapa naskah Cirebon kisah mengenai Arya Kuningan ini banyak sekali dibahas, beliau di katakan sebagai seorang yang mencintai Cirebon, dan Islam meskipun demikian tokoh ini di gambarkan sebagai seorang yang kadang-kadang gegabah dalam mengambil tindakan.

Pada masa Cirebon menguasai Pasundan, Arya Kuningan diangkat menjadi Adipati di Kuningan oleh Sunan Gunungjati. Pada masa Sunan Gunungjati masih hidup beliau di katakan sangat berperan sekali terhadap kemajuan kerajaan Cirebon. Tercatat beliau pernah menjadi Panglima Kerajaan Cirebon bersama Nyimas Gandasari, dan Syekh Magelung Sakti dalam menundukan kerajaan Galuh, beliau juga turut berperan aktif dalam merebut Pelabuhan Sunda Kelapa bersama Fatahilah.

Akan tetapi setelah Sunan Gunungjati wafat rupanya sikap Arya Kuningan ke Cirebon ini berbeda, dari mulai tidak lagi menghadap (Seba) ke Cirebon dalam tiap tahunnya sampai pada tidak lagi mengirimkan upeti ke Cirebon.

Pembangkangan Kuningan terhadap Cirebon ini dilatar belakangi oleh sikap Arya Kuningan yang menganggap Cirebon sudah hilang wibawah sepeninggal Sunan Gunungjati. Waktu itu Cirebon diperintah oleh Cicit Sunan Gunungjati yaitu Pangeran Agung yang bergelar Panembahan Ratu I, pada saat dinobatkan menjadi Sultan umur beliau baru 14 Tahun.

Sultan kecil itu bisa apa, begitu mungkin fikir Arya Kuningan yang merasa sudah banyak makan asam garam pemerintahan. Arya Kuningan memproklamirkan merdeka dari Cirebon tidak lama setelah Panembahan Ratu I naik tahta.

Menghadapi keadaan itu, Panembahan Ratu I mengutus Patih Rudamada untuk memberi pelajaran pada Kuningan, namun Arya Kuningan bukan orang biasa, Patih Rudamada beserta tentara Cirebon lainnya diceritakan dapat mudah dibrangus Arya Kuningan.

Setelah kegagalan yang pertama kemudian Panembahan Ratu mengutus lagi tentara Cirebon ke Kuningan untuk menaklukanya, upaya penaklukan ini dipercayakan kepada Kiyai Pekik Abdullah, namun begitu lagi-lagi pasukan Cirebon dapat diberangus Arya Kuningan.

Mendengar kenyataan pahit kedua Patihnya dapat di kalahkan oleh Arya Kuningan, Panembahan Ratu Raja Muda Cirebon itu bertindak di luar dugaan, beliau berangkat sendiri menjadi pimpinan untuk menaklukan Kuningan, Jalannya peperangan terbilang sengit, bahkan diceritakan terjadi duel antara Panembahan Ratu dan Arya Kuningan.

Setelah terjadi bergulatan yang panjang akhirnya Kuningan dapat ditaklukan Cirebon, bahkan dalam duel kedigjayaan antara Panembahan Ratu dan Arya Kuningan itu, Panembahan Ratu berhasil membuat Arya Kuningan tak berdaya.

Setelah kejadian itu, barulah Arya Kuningan menyadari bahwa meskipun muda Panembahan Ratu memang mewarisi kedigjayaan dari Sunan Gunungjati. Beliaupun kemudian mohon ampun atas tindakanya dan bersedia kembali dibawah naungan Kerajaan Cirebo


sumber : PngrnFachri